Aku dengan caraku, karena aku berbeda. :)

Selasa, 14 April 2015

Perasaan Selalu Punya Jalan Untuk Kembali

Perasaan Selalu Punya Jalan Untuk Kembali
Langkahku terhenti seketika, sosok malaikat yang hingga saat ini masih ku kagumi, melintas disudut mataku. Aku terkejut diam sebelum memutar Sembilan puluh derajat tubuhku melihat sosok yang sangat ku kenal. Sosok yang masih tergambar jelas wajahnya dalam indraku, tersimpan rapi namanya dalam pikiranku, meskipun sudah lewat 6 tahun.
Kubisikkan namanya yang tanpa ku sadari menjelma teriakan, ia berbalik dan menatapku sama terkejutnya denganku. Hingga aku kembali tersadar, aku menghampirinya yang masih menatapku tak berkedip.
Segores senyum terukir dibibir indahnya, senyum yang membuatku luluh dan yang membuatku selalu tenang. Aku kini berdiri tepat di hadapannya, dia masih saja diam tanpa berucap sepatah katapun. Aku mencoba menyapanya.
“Hai?” aku mengulurkan tanganku.
Dia menatap tanganku sebelum membalasnya, dia menggenggamku sangat erat. Aku menarik tanganku karena merasa risih berada lama dalam genggamannya. Dia tak melepasku, aku memberikannya senyum dan dia masih belum lagi berucap. Sebelum keherananku padanya hilang, dia menarik dan memelukku. Aku terkejut.
Lama dia memelukku.
“Hai.” Dia melepaskan pelukannya.
“Hai.” Balasku.
“Sudah lama tidak bertemu denganmu.” Ucapnya lagi.
“Yah. Ku pikir sudah 6 tahun.”
“Adit.” Seseorang dari dalam toko boneka memanggil Adit, kami melihat ke arahnya, dia menghampiri Adit.
“Ku pikir ini boneka ini yang bagus. Bagaimana menurutmu?” dia menggamit lengan Adit dan memegang boneka doraemon.
“Terserah denganmu, kalau menurutmu itu bagus menurutku juga begitu.” Adit tersenyum kepadanya.
Dia melihat ke arahku dengan kening berkerut, aku memberikan segores senyum.
“Oh iya Fit. Kenalkan ini teman SMAku Sita, dan Sita ini Fitri.” Aku mengulurkan tanganku kepada Fitri.
“Fitri.” Membalas uluran tanganku.
“Sita.”
“Fit, kamu bisa pulang lebih dulu?” Adit kembali berbicara pad Fitri.
“Lalu kamu bagaimana?” Fitri menatap heran Adit.
“Aku bisa naik taksi pulang, kamu pulanglah dulu. Aku ada urusan sebentar dengan Sita.” Adit melihatku yang juga diikuti Fitri.
“Baiklah.” Adit memberikan kunci pada Fitri lalu mengecup keningnya.
“Pacar kamu?” aku bertanya setelah Fitri pergi dan Adit mengangguk.
“Kamu tidak sibuk kan?”
“Aku masih harus kembali ke kantor, tapi tidak apalah lagi pula masih ada 15 menit jam istirahat.” Ucapku tersenyum.
“Singkat yah, padahal aku ingin berbicara banyak denganmu.” Dia terlihat sedikit kecewa.
“Tidak apa-apa, aku bisa melewatkan beberapa menit. Bosku tidak akan marah.” Dia terlihat senang dengan ucapnku.
Kami berjalan menuju sebuah kafe. Kami duduk berhadapan. Aku memesan cokelat hangat dan dia memesan jus jeruk.
“Kamu masih sama seperti dulu.”
“Apa?” aku mengerutkan kening.
“Cokelat hangat.”
“Oh.” Aku tersenyum, aku tidak menyadari. Meskipun aku suka cokelat hangat, seharusnya aku tidak memesan itu di hadapannya atau saat dia ada.
“Kamu juga.” Aku teringa dengan pesanannya jus jeruk.
Dulu, Adit yang mengajariku menyukai cokelat hangat, begitupun sebaliknya. Adit pertama kali minum jus jeruk di rumahku, jus buatanku. Adit adalah cinta dan pacar pertamaku, begitupun dengan Adit, aku adalah cinta dan pacar pertamanya. Waktu itu kami duduk di bangku sekolah menengah atas, kami satu kelas.
Suatu hari ketika pertengkaran orang tuaku berakhir dengan keputusan berpecerai. Aku meninggalkan rumah dan mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi. Aku menuju taman kota, duduk disalah satu bangku dengan pandangan kosong, ingin rasanya aku menangis namun air mata serasa sudah habis. Hingga hujan lebatpun mengguyur barulah aku meneteskan air mata, aku tidak bangkit dari dudukku ketika hujan semakin deras, ku biarkan hujan membasahiku dan berharap membawaku pergi bersamanya ketika ia juga pergi.
Ku benamkan wajahku dibalik kedua telapak tanganku hingga ku rasakan lengan di pundakku, aku mengangkat wajahku dan melihat Adit di sebelahku.
“Sudah terlalu lama kau terkena hujan, ayo pulang.” Adit menatapku meminta.
“Tidak. Pulanglah Adit, jangan kau mengikuti seperti ini. Kau akan sakit.” Ucapku melepaskan rangkulannya.
“Tidak. Aku tidak akan pulang jika kau tidak ikut denganku.” Adit keras kepala.
Akupun memutuskan untuk pulang karena ku takut Adit sakit. Namun ketika aku mencoba berdiri, kakiku terasa sakit. Adit melihatku dan dia langsung menggendongku di pundaknya. Dia mendudukkan ku dimobil miliknya, aku menanyakan tentang motorku dan dia berkata untuk tidak memikirkannya. Dia akan mengambilnya ketika hujan mereda.
Ibu Adit membantuku, dia membantuku mengganti pakaianku setelah itu mengompresku. Adit datang ketika ibunya sudah membaringkanku. Aku sangat bersyukur atas bantuan Adit dan ibunya.
“Biarkan aku merawatnya bu.” Aku mendengar Adit berucap.
Setelah kejadian itulah aku dekat dengan Adit, dia selalu ada saat aku sedih. Dia selalu menghiburku dan menenangkan aku. Hingga disatu hari kami memutuskan untuk berpacaran.
Kami putus ketika lulus SMA, Adit memutuskan kuliah kedokteran di Belanda.
***
Aku merasakan ponselku berdering, ku lihat foto Rizky terpampang dilayar ponselku. Aku meminta izin pada Adit dan dia mengangguk.
“Pacar?” Adit bertanya ketika aku sudah menyelesaikan pnggilan Rizky. Aku mengangguk.
Setelah itu kami mengobrol lama. Adit bercerita tentang kuliahnya di Belanda, bercerita tentang pertemuannya dengan Fitri yang juga kuliah sama dengannya. Hingga diakhir pembicaraan kami berjanji akan bertemu lagi dihari minggu. Kami bertukar nomor ponsel.
Sejak kebersamaan kami menjelajahi wisata alam dihari minggu, kami kembali dekat. Kami sering bertemu dan jalan bersama. Menikmati libur bersama.
Sudah 3 bulan kami dekat, sebulan lalu aku putus dengan Rizky kerena orang tuanya menjodohkan dia dengan kerabatnya. Setelah itu, dua bulan lalu Adit juga putus. Fitri menyukai salah seorang teman Adit.
Saat ini, baik Adit maupun aku, kamu tidak memiliki hubungan dengan siapapun dan akhirnya kami memutuskan kembali berpacaran. Kami tidak bisa membohongi perasaan dan sekuat apapun kami menyangkal perasaan, kami tetap tidak bisa. Perasaan selalu punya jalan untuk kembali. 

~JL~

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar