Completion
Of The Hassle #2
Aku
memandangi mereka dengan segala kesedihanku, aku selalu bermimpi menjadi dia
yang berada diposisi itu. Duduk bersamanya, tertawa, dan berbagi cerita
bahagia. Aku ingin berada dalam rangkulannya dengan semua orang melihat dan
tahu tentang kami yag saling memiliki. Tapi apatah daya takdir tak sesuai
dengan apa yang diharapkan, perempuan dengan rambut hilam lurus, berkulit putih
bersih, dengan mata hitam indah legamnyalah yang berada dalam posisi yang ku
impikan, yang selalu mendengar sapaan “Gadisku” dari seorang laki – laki yang
ku idamkan. Entah dengan alasan apa takdir baik tak pernah memihak kepadaku.
“Apakah
kau akan terus melamun dengan muka masammu itu?” seseorang mengejutkanku dan
aku berbalik melihatnya.
Aku
tidak mengenali laki – laki yang sedang berdiri di hadapanku, ini pertama
kalinya aku melihatnya.
“Apa
kau mengenaliku?” tanyanya dan membuatku bertambah heran. Bukankah pertanyaan
itu seharusnya dilontarkan olehku?
“Tidak.
Apa kau mengenalku?” aku menggeleng dan balik bertanya.
“Ah,
sudah kuduga. Tentu aku mengenalmu.” Jawabnya dengan menyilangkan lengan di
depan dadanya.
“Bagaiman
kau bisa mengenalku?” aku masih tidak mengerti dengan laki – laki bermata hijau
indah di hadapanku ini.
“Ah
lupakanlah. Namamu Andinda Rain Agimuzg kan?” tanyanya dan duduk di kursi
sebelahku, aku mengangguk masih dengan kebingunganku.
“Baiklah
namaku Alfrad Varsa Alfarado. Kau boleh memanggilku Varsa.” Katanya dengan
senyum yang baru ku sadari mampu membuat siapapun melihatnya terdiam.
“Baiklah
Varsa. Apa kau siswa baru?”
“Tentu
saja, kau baru melihatku kan?” Aku mengangguk.
“Kelas
mana?”
“Tepat
disebelah kelasmu. Kau tidak tahu?” aku tidak tahu dia sangat suka balik
bertanya.
“Tidak.
Tidak ada gunanya mengetahuinya, lagipula kau tidak menghebohkan sekolah dengan
kehadiranmu.” Jawabku mengalihkan perhatianku kembali dengan minumanku.
“Apa
kau yakin?” dia masih bertanya, aku melihatnya sedang tersenyum dan mengangkat
sebelah alisnya. Aku mengerutkan kening heran dan memasang muka tak mengerti.
“Kau
masih saja sama. Lihat sekelilingmu.” Perintahnya.
Aku
spontan melihat sekeliling dan betapa terkejutnya aku dengan semua orang atau
lebih tepatnya perempuan yang ada di kantin sekolah sedang memperhatikanku. Oh
tidak, mereka memperhatikan Varsa. Aku melihat ke arah Varsa yang tersenyum,
tiba – tiba aku mendengar jeritan kecil dan samar – samar suara yang memuji
senyuman Varsa.
“Kau
sudah sadar dari dunia kesendirianmu?” aku mengangguk.
“Bagaimana
bisa?” aku bertanya heran dan masih terkejut.
“Karena
aku memiliki wajah tampan.” Jawabnya percaya diri.
“Oh
ya ampuunn. Kau sangat percaya diri.” Kataku menggeleng terkejut dengan
perkataannya.
“Tentu
saja aku percaya diri, ini kenyataan. Aku memang benar – benar memiliki wajah
yang tampan.” Aku berdecak mendangarnya.
“Terserah
apa katamu.” Kataku dan kembali dengan minumanku.
“Hei,”
dia menggenggam wajahku, “Aku disini untuk membantumu keluar dari
kesendirianmu, aku akan menemanimu, dan kau tidak akan pernah sendiri lagi.”
Ucapnya dengan mata hijaunya memandang ke dalam mata hitamku dan bersungguh –
sungguh.
Aku
menatap mata hijaunya yang bahkan mengalahkan hijaunya rumput di taman sekolah.
Aku terpaku dengan matanya dengan bulu mata lentik melengkapi keindahannya. Aku
begitu terhanyut dengan matanya hingga melupakan perkataannya.
“Rain,
jangan memandangiku seperti itu. Bicaralah.” Aku tersadar.
“Aku
tidak mengerti dengan ucapanmu.” Kataku jujur.
“Baiklah.
Aku mengerti, kau terlalu mengagumi mataku hingga melupakan perkataanku.”
Ucapnya yang membuatku tersedak dan malu karena tertangkap basah.
Dia
berdiri mengambilkan minuman untukku karena milikku telah habis. Semua yang ada
dalam kantin menatapnya kagum. Sepertinya takdir baik mulai berpihak kepadaku.
“Minumlah.”
Perintahnya sambil menyodorkan segelas air putih. Aku menerimanya dan berterima
kasih.
***
Dia
sedang berbicara dengan siswa baru yang menggemparkan sekolah sejak pagi tadi
dengan kehadirannya. Ini pertama kalinya aku melihat ada seseorang menyapanya
dan bahkan bercakap lama dengannya di lingkungan sekolah ini. Dia dikenal
dengan sikap diamnya dan kecerdasan yang dimilkinya. Aku memeperhatikan mereka,
Rain terlihat beberapa kali bingung dan heran. Selain itu, Rain masih seperti
biasanya, dia tidak memperhatikan sekelilingnya yang sekarang banyak pasang
mata yang memperhatikan mereka. Tiba – tiba siswa baru yang ku tahu namanya
dari Raras adalah Varsa memegang wajah Rain, aku sangat terkejut dengan
keberanian Varsa, aku saja tidak pernah berbuat seperti itu.
Varsa
terlihat sedang membisikkan sesuatu kepada Rain, tapi Rain tidak memperhatikan
Varsa. Sepertinya Rain sedang menatap ke dalam mata Varsa, yang tak sengaja ku
lihat tadi berwarna hijau. Aku tahu, pasti Rain sedang mengaguminya karena aku
tahu obsesi Rain terhadap warna hijau.
Varsa
kembali berbisik sesuatu dan Rain tersedak. Spontan aku ingin berdiri
mengambilkannya minum, tapi aku terasadar dengan gadisku yang berada di
sampingku. Varsa mengambilkannya segalas air putih dan menepuk bahu Rain yang
masih terbatuk.
Seharusnya aku
merasa senang dengan kehadiran Varsa, itu berarti jalanku untuk meninggalkan
Rain semakin mudah dan aku tidak perlu khawatir dengan Rain lagi. Namun, aku
tidak mengerti mengapa aku merasa berbeda, seharusnya aku bahagia tapi aku
merasa lain. Seperti aku tidak rela atau apalah, aku tidak tahu. Perasaan apa
ini?
***
